Kata orang “Only need few tweets to destroy your brand image”, mungkin itulah yang dialami oleh pak Tifatul Sembiring ( @tifsembiring dengan follower 110 ribu), apa yangterjadi?
Ketika Beliau menjabat tangan Michelle Obama, @unilubis (senior di AnTV, 9 ribu follower) nyletuk:
Kok Tifatul bersalaman dg bu Michele, tapi kalau dg kita2 perempuan tidak mau bersalaman.
Setelah beberapa orang juga mention hal yang sama, pak Tifatulnya menjawab dg casual
Sdh ditahan 2 tangan, eh bu michele nya nyodorin tangannya maju banget…kena deh. @unilubis jadi tersungging..?
Dan meledaklah Twitter yang mengatakan beliau hipokrit (kesannya Michelle yang salah) dan lain sebagainya, karena kalau melihat videonya tidak sama dengan yang dibicarakannya bahkan media di Amerikapun memuatnya dengan cepat pada hari yang sama hampir semuanya negatif tone.
Apa Yang Salah?
- Saya yakin beliau punya jawaban yang agak panjang dan lebih masuk akal tapi beliau memilih menggunakan kata2 kurang dari 140 huruf mencoba untuk menerangkan sekaligus bergurau dan “kick” balik @unilubis. Suatu hal yang hampir tidak mungkin dilakukan.
- Terlihat bahwa jawaban itu terburu buru dan emosional. Itu bisa saja terjadi kepada siapapun di twitter, tapi karena beliau adalah mentri dan Michele adalah first lady amerika, gemanya luar biasa. Lain kalau saya yang melakukannya (follower cuman 100 orang 20%nya spambot :) ).
Lepas dari masalah agama, etika, kebenaran dan lain lainnya, kira kira Apa yang harusnya dilakukan oleh Pak Tif sembiring? Kalau menurut saya:
- Tidak perlu emosi, jelaskan lebih lengkap kronologisnya meskipun harus memakai lebih dari 140 huruf (dibagi menjadi beberapa tweet).
- Tidak perlu kick balik, yang perlu penjelasan adalah follower yang pro dan yang netral bukan yang kontra (mis: lawan politik), karena mereka pasti punya sesuatu untuk berkomentar negatif.
- Mungkin selain twitter, perlu disiapkan blog, untuk menjelaskan lebih panjang (atau mengulang yang ada di twitter), selain itu bisa ada team yang juga ikut membantu untuk membuat posting yang meng address issue secara profesional.
- Memakai tradisional media untuk menjelaskan, cukup membantu, tapi tidaklah cukup karena yang “maen” twitter gak semuanya baca koran yang sama.
Dengan koneksi ke internet 24 jam sehari 7 hari seminggu, social media (i.e Twitter) memberikan masalah yang baru buat kita semua, yaitu “False urgency“. Bila nama kita di mention di twitter, effeknya akan sama seperti kalau telpon kita berdering, Seakan kita harus menjawab saat itu juga, padahal tidak selalu… Boleh di cuekin dan dijawab kemudian…!
Usul saya kepada pak Mentri, tidak usah panasan (emosi) di twitter, semakin cepat panasan semakin senang orang orang “godain”. Fokus saja pada kebijakan depkominfo, kalau ada yang menyerang personal gak usah ditanggepin, kalau ada yag menyerang kebijakan, di address saja secara proper. Pantun dan joke menurut saya bagus biar tidak membosankan account twitternya, dakwah nilai universal ok lah, kalau dakwah spesifik jangan di twitter gak semua bisa terima.
@tifsembiring adalah seorang politikus yang tentu saja banyak memiliki lawan politik, dan banyak dari lawan politik ini memiliki akses ke media massa, tentunya mereka akan senantiasa mencoba berbagai cara untuk mendiskreditkan beliau, dan politikus yang emosian, merupakan makanan empuk. Mungkin dalam hal ini pak @tifsembiring bisa mencontoh… err…. Aburizal bakrie…?
Mudah mudahan bisa untuk pembelajaran kita semua