Happy Valentine’s day…

Saya sebenarnya bukan orang yang merayakannya karena saya curiga bahwa hari istimewa ini “sengaja” di ciptakan untuk menggalakkan industri tertentu. Tetapi sepertinya desakan lingkungan cukup besar untuk membuat saya membeli coklat dan memberikannya kepada orang terdekat…   :)

Tetapi setelah saya pikir.. ada untungnya juga ada hari Valentine ini. Agak tidak lucu kalau saya membeli coklat dan kemudian memberikannya kepada seseorang, bisa dianggap men-sabotase diet nantinya. Dengan adanya Hari Valentine coklat adalah cara menujukkan perhatian anda, meskipun setelah itu anda melarang untuk memakanya untuk menjaga kadar gula darah dan ke *ehm*sexy-anya

Meskipun harga coklat yang “special” bisa dikatakan mahal, tapi melihat seorang yang anda kasihi tersenyum gembira adalah “priceless” moment. Untuk para pria, bersikap romantis pada hari ini sangat dianjurkan… Bahkan anda dimaafkan kalau anda memakai baju pink.. :). Ini adalah hari dimana ” real men wear pink” so go head.. :D

Happy Valentine’s day everyone… especially for you Mr. Chocolate manufacturers…

Leica M3

Ada Kejadian lucu hari sabtu dan minggu kemarin. Bermula ketika camera digital saya rusak dan harus diopname selama lebih dari sebulan. Masih dalam garansi jadi saya tidak ada biaya. Setelah satu minggu tidak berkamera, rasanya ada yang kurang, sehingga iseng iseng saya men-search ” the best Leica camera”.

Leica adalah  adalah kamera yang saya idamkan sejak dulu, bukan karena saya akan bisa mendapatkan gambar lebih bagus dengan merek tertentu, tapi lebih karena ada nilai historis dan “mistis” yang dimilikinya. Akhirnya menurut para pakar dibidang per fotografian… Leica M3 adalah kamera yang terbaik yang pernah di buat Leitz sepanjang masa, bahkan dibandingkan Leica M9 (digital) yang paling baru.

Setelah itu browsing sana sini, dan bertanya kepada para penjual Leica M3 di online, rupanya para penjual Leica M3 itu tidak terlalu butuh uang, harganya mungkin dihitung dalam pergram sehingga tak akan terbeli. Hampir semua menganggap barang mereka adalah pusaka satu satunya di dunia…

Akhirnya saya bertemu dengan seseorang yang menjual Leica M3 dengan Harga 20 juta… ya 20 juta..! untuk kamera yang berumur 50 tahun lebih..! apa yang ada dibenak orang ini pikir saya. Akhirnya saya telepon dan bicara panjang lebar, coutesy bonus pulsa pada weekend. Ternyata kamera tersebut adalah peninggalan kakeknya yang tinggal satu satunya. Dan harga 20 juta adalah rekomendasi dari temannya.

Akhirnya saya menawarkan diri untuk membelinya, tapi saya terus terang tidak memiliki uang sebanyak itu. Sayapun bertanya, berapa harga penawaran tertinggi, diapun menyebutkan angka yang sangat jauh dibawah angka tersebut. Karena masuk ke budget, sayapun me-match tawaran terbut dan menambahnya sedikit. Beliau setuju dan sayapun menjadi pemilik Leica M3 + lensa 50 summicron versi II rigid + Leica meter MC. Sayang light meter leica MC-nya Mati

Masalah selanjutnya adalah, dimana saya bisa membeli film analog dan memprosesnya.. :)

Summary – Buyology

Buku Buyologi cukup menarik isinya dimana Matin Linstorm men-share hasil penelitiannya dengan brain scanner untuk mengetahui bagaimana otak bekerja terhadap stimuli iklan dan komunikasi produk lainnya. Saya share-kan hasil ringkasan buku tersebut yang saya buat kemarin, bukan summary yang bagus tapi mudah mudahan membantu. Bisa di download di sini:

http://db.tt/7FRccPeV

Cheers

Film Indonesia: A Self Fulfilling Prophecy

Saya sebelumnya termasuk orang yang skeptis terhadap film Indonesia, hanya menonton kalau resensinya betul betul bagus saja…  Hanya beberapa  film Indonesia yang membekas di hati diantaranya adalah Ca Bau Kan, Naga bonar  dan Laskar Pelangi, sedang yang lain tidak terlalu ingat. Oh ya satu lagi film Indonesia yang saya ingat betul, yaitu G30S PKI. Saya yakin andapun bsia ingat film tsb seperti baru menontonnya kemarin.

Tetapi beberapa hari yang lalu kelas kami kedatangan tamu yaitu Nia Dinata (@tehniadinata) , beliau adalah sutradara dari Ca Bau kan dan juga film Arisan (1) dan (2) dan beberapa film Indonesia lainnya. Kedatangannya menceritakan bagaimana Industri perfilman mencoba bertahan dan berusaha maju, sungguh membuat saya melihat Film Indonesia dari kaca mata yang lain.

Membandingkan Film Indonesia dengan Film Hollywood tidaklah fair, karena biaya dan support yang jauh berbeda, tetapi bukan berarti kita menyerah dan menjadikannya sebagai alasan untuk memproduksi alakadarnya. Tetap berusaha maksimal dengan kondisi yang ada. Sebuah semangat yang hanya ada pada seseorang yang memiliki idealisme tinggi.

Nia Dinata sangat terbuka menceritakan banyak rahasia dapur dan juga kekesalannya terhadap kondisi yang ada, yang mungkin bukan konsumsi publik. Saya bisa share sedikit dari segi keuangan sebuah film, Nia Dinata memberikan Gambaran sebagai berikut:

Untuk Film yang baru dia garap (Arisan 2), kira kira biayanya 5 (Lima) milyard rupiah, berapakah kira kira yang akan dia dapat:

  • Pendapatan dari karcis bioskop: penonton kira kira 250.000 (perkiraan moderat) masing2 penonton dapat 10.000 rupiah = 2.5 milyard rupiah (syukur ternyata penonton arisan2 lebih dari perkiraan diatas)
  • Pendapatan dari TV station (jual hak tayang esklusif): 1 Milyard
  • Pendapatan dari CD/DVD : 500 jutaan
  • Pendapatan dari ikut festival kalau masuk nominasi… kira-kira… 200 juta

Kelihatan masih tekor bukan..? Tetapi ada hal yang lain yang bisa di dapatkan yaitu sponsor untuk film. Jadi kalaupun tekor beneran, tetap tidak rugi karena dana dari pihak sponsor atau pihak lain sebagai buffer. Jadi peran sponsor sangat penting untuk film ini, bahkan film mungkin tidak akan bisa dimulai kalau tidak ada dana at least 50% dari budget.

Nia juga menyatakan keheranannya tentang penurunan jumlah penonton tahun 2011 ini, beliau mengatakan bahwa tahun ini adalah tahun sepi penonton, mungkin karena tidak ada film Hollywood yang bagus karena ada masalah perpajakan sehingga orang malas pergi ke bioskop dan berimbas pada penonton film Indonesia.

Pada Intinya Nia Dinata tidak ingin meminta special treatment atau proteksi kepada film Indonesia, misalnya dengan melarang masuk film impor, mungkin hal tersebut malah memiliki pengaruh jelek kepada film kita. Tetapi fair treatment kepada Film Indo sangat diperlukan kalau memang kita ingin Industri perfilm-an kita maju. Misalnya masalah pajak… Film Indonesia terkena double ataupun malah triple pajak. Bahkan pajak film Indonesia cukup tinggi sekitar 30% an,  sedangkan film Impor pajaknya jauh lebih kecil.  Support pemerintahpun harusnya bisa lebih baik.

Setelah mendengarkan paparan Nia Dinata, saya sebagai konsumen film juga merasa bahwa selama ini saya telah memberikan treatment yang tidak fair kepada Film Indonesia. Saya memiliki ekspektasi bahwa kalu film bioskop ya harusnya seperti Avatar, dialognya natural dan tidak kagok, tidak seperti dibuat buat, teknik editing harus yang wow dll.

Dengan sedikit mencibir kita akan memperkirakan bahwa Film Indonesia tidak akan pernah mencapai level tersebut. Tentunya hal ini tidaklah benar, bila saja film Indonesia diberi akses dana, support dan teknologi yang sama, saya yakin hasil mereka juga tidak akan kalah. Tetapi apabila kita sebagai konsumen selalu memiliki pandangan yang rendah terhadap Film Indonesia, maka yang terjadi adalah Film Indonesia tidak akan pernah memiliki kualitas yang bagus. Apa yang kita perkirakan diatas, meskipun tidak benar, akan menjadi kenyataan  – A self fulfilling prophecy.

Tentu  saja, Nia Dinata, Garin Nugroho dan insan per-filman yang lain tidak akan bisa menyalahkan konsumennya bila kita berpikiran demikian. Mereka hanya bisa berusaha sekuat tenaga dan pikiran menyatukan keinginan konsumen dan indealisme mereka, kewajiban kitalah untuk meng-apresiasi karya mereka bila kita ingin memajukan Industri kreatif ini bersama sama.

Bila Kita yakin bahwa Film Indonesia akan bisa memiliki kualitas yang bagus dan men support / meng-apresiasinya dengan baik, maka saya yakin hal tersebut akan mempercepat proses perbaikan kualitas di Film indonesia. Again.. A Self fulfilling prophecy… in a good way.

Cheers for now…

Note: Untuk memantau film indonesia ikuti hashtag #kamiskebioskop di twitter

Nielsen Marketing and Media Presentation – Indonesia Middle Class Consumers

Satu kali setahun Nielsen Indonesia mengadakan perhelatan besar, yang biasa disebut Marketing and Media Presentation (MMP).  1 December kemarin,  Nielsen mangadakannya lagi yang ke 34 kali, jadi paling tidak Nielsen di Indonesia umurnya sudah 34 tahun.

Pada dasarnya presentasi ini untuk meng-update para client dan juga potensial klien (lebih dari 1000 orang yang hadir) tentang pasar di Indonesia. Banyak data yang di presentasikan dan secara apik ditata sesuai tema yang akan di bicarakan.

Untuk tahun ini tema yang dipilih oleh Nielsen adalah tentang Middle Class consumers yang sedang hangat dibicarakan karena GDP perkapita kita lewat US$ 3000 tahun ini.

Banyak definisi tentang middle class consumer ini,  tetapi Nielsen mendefinisikan Middle class sebagai konsumen dengan pengeluaran rumah tangganya sekitar satu juta sampai dua juta rupiah (1.000.000 – 2.000.000 rupiah) per bulan.

Banyak hal menarik yang bisa didapatkan disini, yang secara lengkap bisa dilihat di timeline twitter accountnya Nielsen Indonesia di @NielsenIndo yang saya sarankan untuk anda follow. Anda bisa search #NielsenMMP untuk mencari tweet tentang acara ini.

Saya mencoba untuk meng-arrange dan menyadur tweet dari @nielsenindo agar summary acara tersebut lebih mudah dibaca, mudah mudahan membantu. (note: @nielsenIndo sudah mengijikan untuk di share di blog ini… Thank you).

Without further ado please welcome….

Catherine Eddy : Session I: Opening- The growing of Middle Class consumers, what and who they are… 

  1.  Ms. Catherine Eddy, Managing director Nielsen is welcoming the audience at Nielsen Annual marketing & Media Presentation
  2. Nielsen MMP part of Nielsen Indonesia’s support for business issues that related to cosumers
  3. In 2008, Goldman&Sachs predict that Indonesia will reach USD 3000 GDP in year 2020
  4. In year 2011, IMF predict Indonesia’s GDP will reach nearly USD 3500, 2 times compared to 5 years ago
  5. When 3000 point reached, there will be a new class in citizen : The Middle Class Consumers
  6. 1 to 2 person lived in big cities is in middle class segment
  7. at this moment, Indonesia is the third biggest Middle Class Population in the world after China and India
  8. Nielsen defined Middle Class Consumer as consumers with household expanditure between IDR 1-2 Millions
  9. within this economic rapid growth, automotive, travel, and banking indutry will also increase
  10. all categories in FMCG purchase has increased almost 17% compare to year ago. Otherside, upper class only grow 5%
  11. Middle class consumers also spend their money to buy products that give them comfort

Change Speaker: Krisetiadi Purwanto and Hellen Katherina : The middle class consumer behaviour

  1. Biggest portion of HH expense is daily meals (37%) followed by transportation expenses (22%).
  2. While of these household expenses, 57 FMCG categories combined takes up 19% and 11% for cellular phones expenses.
  3. Cellphones becoming important for Middle Class, not only as means of communication but also tool for entertainment.
  4. Categories that experienced increase in consumer’s spending are detergent, frozen meat&fish, cologne, baby diapers & ice cream
  5. For Mid Class consumers, innovation is key. This increases experimentation & excitement for consumers, thus gives big benefits.
  6. In fragmented snack category, there are 500 new products in 2011. Innovation is key for growth of 13% in this cat in end of 2011
  7. Single pack ice cream is the growth driver, now 86% growing in home consumption…
  8. With more choices of biscuit, middle class’s consumption increases from 5% to 10% in the past 2 years
  9. Middle Class behavior of bringing lifestyle home has impacted in the increase of coffee products to 3x in 2011.
  10. One of the main reason to get Middle Class excited is product innovation, this makes them willing to reach their pockets deeper

Session II: Yudi Suryanata and Arief Rachman : The things that move them and emerging opportunities

  1. Mid Class shopper pny pola belanja yg unik. Mari kita lihat apa yang menggerakkan mereka dan mengambil peluang dalam situasi ini.
  2. Mini markets are easier media to accessed, to support their kids satisfaction and mom’s budget
  3. Middle Class housewives desire for self actualization as a success measurement besides as a household manager
  4. As a household’s financial controller, it’s a pride for housewives to gain more value added from money they spent.
  5. For Middle Class Housewives, distance between house and retail outlet give excitement meanwhile familiarity gives comfort
  6. For middle class consumers, promotion give more value and make them a smarter and happier consumers
  7. For Middle Class Consumer, predictability will offer anticipation and coziness while shopping
  8. Nielsen shows “EyeTracker” video that shows respondent patterns when shopping in retail outlet
  9. 3 opportunities that can be done in Modern Trade for marketer: (1) Product Placement will helps to increase basket size
  10. (2)The right packaging format will generate trials, (3)The right branding will make shoppers justify the product price
  11. 4 peluang yang dapat dilakukan di Modern trade oleh pemasar : (1) anak menjadi konsumen aktif, bukan hanya influencer
  12. (2) Produk placement yg dpt memperbesar ukuran keranjang ; (3) Format Packaging yg tepat bisa mendorong trial, dan
  13. (4) branding yg tepat dpt membuat shopper memaklumi harga dr produk

Session III: Viraj Jutani and Moch. Ardiansyah : Media and Mobile Opportunities in Middle Class

  1. Traditional channel remains strong as a communication vehicle to the middle class
  2. Media komunikasi untuk Middle class masih tetap mengandalkan media 2 tradisional
  3. 96% of middle consumer still watches television as their main family entertainment
  4. In the past 2yrs, sports programs have been the choice of Middle Class’ favorite TV programs
  5. Football match creates high enthusiasm for middle class to watch, especially when ‘Timnas’ play
  6. Next favorite programs after sports are still related to entertainment, such as drama series and its genre variants.
  7. Radio penetration among Mid Class is 26% and dominated by music with Indonesian Pop and Dangdut genre.
  8. Indonesian Pop Music listeners increased by 33% in the past 5yrs.
  9. Local newspapers pull more attraction among middle class readers due to topics which is relevance with their daily life
  10. For Middle Class, Crime news is still the most attractive section in npp, followed by sports and city news sections.
  11. Gadget & tech become attractive information for middle class consumer. Now,even middle class females are reading gadget media
  12. Middle Class teens learn about lifestyle from digital magazines, while print media are strictly for religious topics.
  13. There is unprecedented growth in mobile phones with 78% of middle class consumers using a cell phone
  14. In Ind, 22% of middle class is connected to the internet n their prefer access device is not desktop/Laptop but the mobile phone
  15. There are 78% who are not connected to the internet but most of them have a mobile phone and very much accessible using SMS/MMS
  16. Consumers are becoming numb to unsolicited advertising. They find it irritating and suspicious as a result of various SMS scams
  17. Only 20% of cons are interested in receiving advertising. if you can factor in ‘RELEVANCE’ for the cons – it will jump to 60%
  18. The operator can support marketers run very well targeted advertising campaigns based on demographic & behavioral information
  19. 2 out of 3 Digital middle class consumers are expected to be connected via smartphone by mid-2012
  20. Social networking dominates digital middle class consumer’s online activities
  21. Online consumers are more willing than ever allow brand to enter into their social space.75% have ‘LIKED’ the FB page of brand
  22. Digital middle class consumers generate media of their own. The medium allows them to – voice their opinion, (Cont’d)
  23. (cont’d) Decide based on the opinions online, and share experience in positive and negative ways.
  24. To get maximum impact, treat digital/mobile as a crucial component of the marketing mix. The key is ‘to integrate’
  25. Mobile marketing is entering into an exciting phase
  26. Marketers need to ensure that the opportunity for ‘engagement’ is realized by some innovative thinking
  27. Consumers who are allowing brands in their space, needs to be rewarded by creating highly ‘relevant’ interactions
  28. Brands have to be transparent in their engagements online, listen and acknowledge negative opinions
  29. Finally, It is about making an integrated communication to your customer
  30. Marketing to middle class is NOT just a simple marketing mix.
  31. Brands that could give customers experience to Explore, Touch and Feel, Give control, … (cont’d )
  32. (cont’d)..and Share & engaged to life will enjoy the success among middle class consumers
  33. That’s a wrap up of Nielsen Marketing and Media Presentation 2011. See you on the next Nielsen MMP

Untuk mendapatkan materi dari presentasi ini, silahkan menghubungi @nielsenIndo secara langsung